PROPOSAL (PRAKTEK KERJA LAPANG) PKL KHAIRUDDIN TERBARU
Budidaya Cabai Besar (Capsicum
annuum L.)
DI PT. BISI
INTERNASIONAL
Tbk. FARM
PUJON KABUPATEN MALANG
PROPOSAL
PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)
Oleh :
KHAIRUDDIN
2014330043
PROGRAM STUDI
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2017
LEMBAR
PENGESAHAN
JUDUL :
“Budidaya Cabai Besar (Capsicum
annuum L.) di
PT. BISI Internasional Tbk. Farm Pujon Kabupaten Malang.
NAMA :
Khairuddin
NPM :
2014330043
PROGRAM STUDI :
Agroteknologi
FAKULTAS :
Pertanian
Malang,
02 Januari 2017
Menyetujui,
Ketua Program Studi Agroteknologi
Ricky Indri Hapsari., SP. MP.
Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian
Dr. Ir. Widowati., MP.
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufik serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis bisa
menyelesaikan usulan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini. Usulan ini berjudul “Budidaya
Tanaman Cabai Besar (Capsicum annuum L )
PT. BISI Internasional Tbk. Farm Pujon Kabupaten Malang”.
Usulan praktek kerja lapang ini dapat diselesaikan atas
bantuan dan kerjasama berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ricky Indri Hapsari., SP.MP. selaku Ketua
Program Studi Agroteknologi
2. Para staf
kepegawaian Fakultas Pertanian yang telah memfasilitasi dalam pembelajaran
untuk bekal Praktek Kerja Lapangan (PKL).
3. Para staf kepegawaian/karyawan Dinas
Pertanian PT. Bisi Internasional Tbk. Farm Pujon kabupaten malang. yang berkenan
memfasilitasi penulis dalam kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini.
4. Orang tua yang
selalu mendukung penulis dalam berbagai hal, khususnya dalam dukungan material
dan spiritual.
5. Teman – teman
yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan usulan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) ini
Semoga
usulan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) ini dapat bermanfaat sebagai acuan dalam
melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini.
Malang, 01 Januari 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
Page
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................... ............. 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................
1
1.2. Tujuan...................................................................................................
3
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................
4
2.1. Sejarah Penyebaran
Tanaman Cabai Besar..........................................
4
2.2. Taksonomi Tanaman Cabai Besar............................................................
5
2.3. Morfologi Tanaman
Cabai Besar.........................................................
5
2.4. Syarat
Tumbuh......................................................................................
7
2.5. Teknik Budidaya
Cabai Besar..............................................................
9
BAB
III METODE PELAKSANAAN (PKL)...........................................................
15
3.1. Waktu Dan
Tempat...............................................................................
15
3.2. Metode
Kajian......................................................................................
15
3.3. Jadwal
Kegiatan....................................................................................
15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
16
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang
sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani, sektor pertanian merupakan
salah satu sektor yang memberikan kontribusi yang sangat besar dalam
perekonomian nasional, dalam penyerapan tenaga kerja, dan pemasukan devisa non
migas. Tanaman cabai merah (Capsicum
annum L.) telah dibudidayakan oleh petani secara luas ditanah air ini,
khususnya di pulau Jawa. Karena tanaman cabai merupakan bahan kebutuhan yang
harus ada.
Cabai besar (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas tanaman sayuran
yang sangat prospektif dan handal, karena tanaman cabai mempunyai nilai ekonomi
tinggi. Selain itu cabai mempunyai kegunaan sangat beragam, yaitu digunakan
sebagai bumbu dapur, bahan baku industri makanan, obat-obatan, zat pewarna,
bahan campuran minuman. Disamping itu cabai mengandung gizi yang sangat tinggi,
terutama vitamin A dan vitamin C. Nilai gizi vitamin A pada cabai merah segar
sebanyak (470 SI), pada cabai merah keriting (576 SI), sedangkan nilai gizi
vitamin C pada cabai merah segar sebanyak (18 mg) dan pada cabai merah keriting
sebanyak (50 mg). Selain kaya vitamin A dan vitamin C, cabai juga mengandung
atsiri yang sangat bermanfaat sebagai bahan baku obat-obatan yang dapat
menyembuhkan berbagai penyakit seperti sesak napas, pegal-pegal, rematik dan
gatal-gatal. Zat capsaicin (C18H27NO3) yang
terdapat dalam buah cabai dapat merangsang burung untuk mengoceh dan lebih
menarik. Dengan demikian, buah cabai juga dimanfaatkan sebagai campuran bahan
makanan ternak dan juga dimanfaatkan industri makanan dan minuman untuk
menggantikan fungsi lada dan untuk memancing selera (Samadi, 1997).
Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk salah satu jenis sayuran tanaman
sayuran yang mempunyai arti penting bagi perkembangan ekonomi rumah tangga
maupun negara. Beberapa tahun ini cabai menempati urutan paling atas diantara
18 jenis sayuran komersil yang dibudidayakan di Indonesia. Pembudidayaan
komoditas ini mempunyai prospek cerah karena dapat mendukung upaya peningkatan
pendapatan petani, pengentasan kemiskinan, perluasan kesempatan kerja,
pengurangan impor dan peningkatan ekspor non migas. Meskipun harga pasar cabai
sering naik turun cukup tajam, tetapi minat petani untuk membudidayakan cabai
tidak pernah surut (Rukmana, 1994).
Produksi cabai selain untuk dalam negeri
juga untuk ekspor. Pada tahun 2008 jumlah cabai merah 1,311 juta ton (menurun
26,14 % dibandingkan tahun 2007), terdiri dari cabai merah besar 798,32 ribu
ton (60- 70 %). Dan tahun ke tahun produksi cabai semakin rendah, produksi
cabai yang sangat rendah menyebabkan penyebaran produksi yang tidak merata
disetiap saat dan didaerah-daerah, oleh karena itu menyebabkan harga cabai yang
tidak mantap (Rachmat, 2007). Permintaan terhadap cabai terus meningkat, maka
perlu didukung oleh teknologi budidaya intensif dan penanganan pasca panen yang
memadai untuk menunjang usaha pemerintah meningkatkan pendapatan dan taraf
hidup petani, memperluas kesempatan kerja, menunjang pengembangan agribisnis,
meningkatkan ekspor sekaligus mengurangi impor, melestarikan sumber daya alam
(Ruswandi, 2006).
Untuk meningkatkan produktifitas dan
kualitas cabai yang baik sangat tergantung dengan cara-cara yang tepat pada
budidaya tanaman cabai baik dari petani dan pengusaha pertanian di Indonesia,
karena tanaman cabai membutuhkan perawatan secara khusus (Tjahjadi, 1991).
Karena permintaan cabai terus meningkat maka perlu budidaya yang intensif, pengelolaan
secara baik dan penanganan pasca panen yang memadai untuk menunjang usaha
pemerintah dalam meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, dengan cara
memperluas lapangan kerja
1.2. Tujuan
- 1 Melatih mahasiswa agar mendapatkan keterampilan dan pengalaman dalam kegiatan Budidaya Cabai Besar.2. Mengetahui dan mempelajari bagaimana kegiatan budidaya cabai besar di PT. BISI Internasional.Tbk. Farm Pujon Kabupaten Malang.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sejarah Penyebaran Tanaman Cabai Besar
Cabai merupakan tanaman
perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Awalnya tanaman cabai
tumbuh didaratan Amerika selatan dan Amerika Tengah, termasuk Meksiko,
kira-kira sejak 2500 tahun sebelum masehi. Masyarakat yang pertama kali
memanfaatkan dan mengembangkan cabai adalah orang Inca di Amerika Selatan,
orang maya di Amerika Tengah, dan orang Aztek di Meksiko. Mereka memanfaatkan
tanaman berbuah pedas tersebut sebagai bumbu penyedap makanan mereka. Salah
satu prasasti yang ditemukan di Amerika juga memperlihatkan bahwa pimpinan
terakhir Aztek, Montezuma, selalu meminum cokelat kekaisaran yang diberi dengan
bubuk cabai untuk sarapan (Harpenas Dan dermawan, 2010). Masuknya cabai ke
Indonesia belum ditemukan keterangan pasti, namun sudah sejak dahulu kala
dibudidayakan di berbagai daerah, baik di dataran rendah, di dataran menengah,
maupun di dataran tinggi. Di Indonesia, tanaman cabai tersebar luas di berbagai
daerah, tetapi sebagai pusat penyebaran penting ialah Purworejo, Kebumen,
Tegal, Pekalongan, Pati, Padang, Bengkulu, dan daerah lain (Prajnanta, 2007).
2.2. Taksonomi Tanaman Cabai Besar
Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Cabai Menurut klasifikasi
dalam tata nama (sistem tumbuhan) tanaman cabai termasuk kedalam,
Kingdom :
Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi :
Spermatophyta (Tumbuham berbiji)
Subdivisi : Angiospermae
(Berbiji tertutup)
Kelas :
Dicotyledoneae (Biji berkeping dua)
Ordo :
Solanales
Famili :
Solanaceae
Genus :
Capsicum
Spesies : Capsicum annum L
2.3. Morfologi Tanaman Cabai Besar
2.3.1. Akar
Menurut Harpenas dan Dermawan (2010) cabai
adalah tanaman semusim yang berbentuk perdu dengan perakaran akar tunggang.
Sistem perakaran tanaman cabai agak menyebar, panjangnya berkisar 25-35 cm.
Akar ini berfungsi antara lain menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah,
serta menguatkan berdirinya batang tanaman. Akar tanaman cabai tumbuh tegak
lurus ke dalam tanah, berfungsi sebagai penegak pohon yang memiliki kedalaman ± 200 cm serta berwarna
coklat. Dari akar tunggang tumbuh akar-akar cabang, akar cabang tumbuh horisontal
didalam tanah, dari akar cabang
tumbuh akar serabut yang
berbentuk kecil- kecil dan membentuk masa yang rapat
2.3.2.
Batang
Menurut Hewindati (2006) Batang utama cabai adalah tegak dan
pangkalnya berkayu dengan panjang 20-28 cm dengan diameter 1,5-2,5 cm. Batang
percabangan berwarna hijau dengan panjang mencapai 5-7 cm, diameter batang
percabangan mencapai 0,5-1 cm. Percabangan bersifat dikotomi atau menggarpu,
tumbuhnya cabang beraturan secara berkesinambungan. Tanaman cabai dapat tumbuh
setinggi 50-150 cm, merupakan tanaman perdu yang warna batangnya hijau dan
beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-buku yang panjang tiap ruas 5-10 cm
dengan diameter data 5-2 cm.
2.3.3.
Daun
Menurut Dermawan (2010) daun cabai berbentuk hati, lonjong,
atau agak bulat telur dengan posisi berselang-seling. Sedangkan menurut
(Hewindati, 2006), daun cabai berbentuk memanjang oval dengan ujung meruncing atau diistilahkan dengan
oblongus acutus, tulang daun berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Bagian
permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan bawah
berwarna hijau muda atau hijau terang. Panjang daun berkisar 9-15 cm dengan
lebar 3,5-5 cm. Selain itu daun cabai merupakan Daun tunggal, bertangkai
(panjangnya 0,5-2,5 cm), letak tersebar. Helaian daun bentuknya bulat telur
sampai elips, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, petulangan menyirip,
panjang 1,5-12 cm, lebar 1-5 cm, berwarna hijau.
2.3.4.
Bunga
Menurut Hendiwati (2006), bunga tanaman cabai berbentuk
terompet kecil, umumnya bunga cabai berwarna putih, tetapi ada juga yang
berwarna ungu. Cabai berbunga sempurna dengan benang sari yang lepas tidak
berlekatan. Disebut berbunga sempurna karena
terdiri atas tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga,
mahkota bunga, alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Bunga cabai disebut
juga berkelamin dua atau hermaphrodite karena alat kelamin jantan dan betina dalam satu bunga.
Tjahjadi (2010) menyebutkan bahwa posisi bunga cabai menggantung. Warna mahkota
putih, memiliki kuping sebanyak 5-6 helai, panjangnya 1-1,5 cm, lebar 0,5 cm,
warna kepala putik kuning.
2.3.5.
Buah dan Biji
Menurut Prajnanta (2007), buahnya
berbentuk kerucut memanjang, lurus atau bengkok, meruncing pada bagian
ujungnya, menggantung, permukaan licin mengkilap, diameter 1-2 cm, panjang 4-17
cm, bertangkai pendek, rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua, setelah
masak menjadi merah cerah. Sedangkan untuk bijinya biji yang masih muda
berwarna kuning, setelah tua menjadi cokelat, berbentuk pipih, berdiameter
sekitar 4 mm. Rasa buahnya yang pedas dapat mengeluarkan air mata orang yang
menciumnya, tetapi orang tetap membutuhkannya untuk menambah nafsu makan.
2.4.
Syarat Tumbuh
2.4.1. Ketinggian tempat
Tanaman cabai besar mampu di tanam di semua tempat, baik
dilahan sawah, tegalan (kering) atau pegunungan (dataran tinggi). Tanaman
tersebut dapat tumbuh sampai ketinggian 1300 m dpl. Didaerah dataran tinggi
tanaman tersebut dapat tumbuh tetapi mampu berproduksi secara maksimal.
Sebaiknya untuk dataran tinggi menggunakan varietas Wibawa, Provost dan Sultan.
Tanaman cabai besar umumnya tumbuh optimum didataran rendah hingga menengah
pada ketinggian 1300 m dpl. Dan pada ketinggian diatas 1300 m dpl tanaman ini
tumbuh sangat lambat dan pembentukan buahnya juga terhambat ( Harpenas dan
Dermawan. 2010). Sedangkan menurut Kusandriani (1996), cit. Intara et,al. (2011) menyatakan bahwa tanaman cabai memiliki daya
adaptasi yang luas. Tanaman cabai dapat diusahakan baik didataran rendah
ataupun dataran tinggi. Tanaman cabai dapat tumbuh optimal sampai pada
ketinggian 2000 m dpl.
2.4.2. Keadaan tanah
Tanaman cabai besar dapat tumbuh dan
beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah, mulai dari berpasir hingga
tanah liat. Untuk lahan bergambut perlu dilakukan perlakuan khusus sebelum
dilakukan penanaman. Umumnya tanah yang baik untuk pertanaman cabai merah
adalah tanah lempung berpasir atau tanah
ringan yang banyak mengandung bahan organik dan unsur hara.cabai merah dapat
juga diusahakan di lahan pasang surut atau lahan bergambut (Harpenas dan
Dermawan, 2010).
Tanaman cabai merah dapat tumbuh
pada berbagai jenis tanah, dengan syarat
drainase dan aerase tanah yang cukup baik dengan pH tanah 5,5-7,0. Jika
menginginkan panen dengan waktu yang cepat, cabai merah sebaiknya di tanam pada
tanah lempung berpasir dan jika diharapkan panen yang lebih lambat maka cabai merah lebih cocok ditanam pada tanah
yang berat atau tanah liat (Intara et al,
2011).
2.4.3. Iklim
Tanaman cabai besar menghendaki suhu 16º-32º C. Dengan curah
hujan 1500-2500 mm pertahun dengan distribusi yang merata. Pada saat pembungaan
sampai dengan pemasakan buah, cabai merah membutuhkan sinar matahari yang cukup
yaitu berkisar antara 10-12 jam dengan kelembaban udara 80% (Hanum, 2008).
Pengaruh temperatur terhadap perkecambahan benih cabai dapat dilihat pada Tabel
2.1
Tabel 2.1. Pengaruh Temperatur Terhadap Perkecambahan Benih
Cabai Besar
Temperatur (ºC)
|
Jumlah tanaman yang
baik (%)
|
Lamanya berkecambah (hari)
|
10
|
1
|
-
|
15
|
70
|
25,0
|
20
|
96
|
12,6
|
25
|
98
|
8,5
|
30
|
95
|
7,6
|
35
|
70
|
8,8
|
40
|
0
|
-
|
Sumber : Welles (1990)
Menurut Hanum (2008) menyatakan bahwa iklim yang paling
cocok adalah daerah dengan suhu 25-30º C dengan persentase 98%, dan waktu yang
di butuhkan untuk berkecambah lebih kurang 8,5 hari.
2.5. Teknik
Budidaya Cabai Besar
2.5.1. Persiapan Lahan
Budidaya tanaman cabai harus
diperhatikan sejak persiapan lahan, karena akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman serta sekaligus sebagai penerapan prinsip PTT (Pengolahan
Tanah Terpadu). Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna dengan mencangkul
untuk membersihkan lahan dari kotoran akar bekas tanaman lama dan segala macam
gulma yang tumbuh. Hal tersebut dilakukan agar pertumbuhan akar tanaman cabai
tidak terganggu dan untuk menghilangkan tumbuhan yang menjadi inang hama dan
penyakit. Apabila lahan skala luas banyak ditumbuhi gulma, pembersihannya dapat
menggunakan herbisida sistemik dengan bahan aktif isopropil amina glifosat dengan
dosis 2 - 4 liter per hektar. Selanjutnya lahan dibajak dan digaru dengan hewan
ternak ataupun dengan bajak traktor. Pembajakan dan penggaruan bertujuan untuk
menggemburkan, memperbaiki aerasi tanah dan untuk menghilangkan Organisme
Penggangu Tanaman (OPT) yang bersembunyi di tanah ( Piay et, al. 2010).
2.5.2. Persiapan Bibit
Untuk memperoleh bibit yang baik
umumnya dilakukan penyemaian biji/benih di tempat persemaian, kemudian
dilakukan penyapihan (pembumbungan) sebelum ditanam di lapangan. Tempat
persemaian berupa bedengan berukuran lebar 1 m, diberi naungan atap plastik transparan,
dan atap menghadap ke timur. Media persemaian terdiri dari campuran tanah halus
dan pupuk kandang steril (1:1) dan Sebelum disemai bibit direndam dalam air
hangat (50º C) atau larutan Previcur N (1 cc) selama 1 jam, untuk mempercepat
perkecambahan dan menghilangkan hama/penyakit yang terbawa benih. Benih disebar
rata pada bedengan dan ditutupi tipis tanah halus, lalu ditutupi lagi dengan
daun pisang atau karung basah Setelah
benih berkecambah (7-8 hari) dan tutup daun pisang atau karung dibuka. Setelah
membentuk 2 helai daun (12-14 hari) bibit dipindahkan ke dalam bumbungan dengan
media yang sama (campuran tanah dan pupuk kandang). Bumbungan dapat mengurangi
kerusakan akar bila dipindahkan ke lapangan. Dan Bibit siap ditanam setelah
berumur 3-4 minggu dalam bumbungan yang mana Bibit tersebut sudah membentuk 4-6
helai daun, dan tinggi 5-10 cm. (Wardani dan Purwanta, 2008)
2.5.3. Penanaman
Pemilihan waktu tanam
yang tepat sangat penting, terutama berhubungan dengan ketersediaan air, curah
hujan, temperatur, dan gangguan hama/penyakit. Sebaiknya cabai ditanam pada
bulan agak kering, tetapi air tanah masih cukup tersedia. Waktu tanam yang baik
juga tergantung jenis lahan, pada lahan kering pada awal musim hujan, pada
lahan sawah pada akhir musim hujan sedangkan pada lahan beririgasi teknis akhir
musim hujan (Maret-April) dan awal musim kemarau (Mei-Juni) Sebelum tanam,
garitan-garitan yang telah disiapkan diberi pupuk kandang atau kompos, dengan
cara dihamparkan pada garitan. Di atas pupuk kandang atau kompos diletakkan
sebagian pupuk buatan, kemudian diaduk dengan tanah. Jarak tanam yang digunakan
adalah 50 x 60 cm untuk dataran rendah dan 60 x 75 cm untuk dataran tinggi (
Hanum, 2008). Sedangkan menurut Hewindati (2006) Cabai ditanam dengan pola
segitiga, jarak tanamnya adalah 50-60 cm dari lubang satu ke lubang lainnya.
Jarak antar barisan 60-70 cm dibudidaya secara monokultur tidak dicampur dengan
tanaman lain. Lubang dibuat dengan kedalaman 8-10 cm, dilakukan dengan cara
menggali tanah dibagian mulsa yang telah dilubangi. Ukuran diameter lubang
sesuai dengan diameter media polibag semai. Ukuran lubang mulsa lebih lebar
sedikit dari pada lubang tanam.
2.5.4. Pemeliharaan
Menurut Hewindati (2006) tanaman cabai yang telah ditanam
harus selalu dipelihara dengan teknik sebagai berikut:
1) Bibit atau tanaman yang mati harus
disulam atau diganti dengan sisa bibit yang ada. Penyulaman dilakukan pagi atau
sore hari, sebaiknya minggu pertama dan minggu kedua setelah tanam.
2) Semua jenis tumbuhan pengganggu
(gulma) disingkirkan dari lahan bedengan tanah yang tidak tertutup mulsa. Tanah
yang terkikis air atau longsor dari bedeng dinaikkan kembali, dilakukan
pembubunan (penimbunan kembali).
3) Pemangkasan atau pemotongan
tunas-tunas yang tidak diperlukan dapat dilakukan sekitar 17-21 HST di dataran
rendah atau sedang, 25-30 HST di dataran tinggi. Tunas tersebut adalah tumbuh
diketiak daun, tunas bunga pertama atau bunga kedua (pada dataran tinggi sampai
bunga ketiga) dan daun-daun yang telah tua kira-kira 75 HST.
4) Pemupukan diberikan 10-14 hari
sekali. Pupuk daun yang sesuai misalnya Complesal
special tonic. Untuk bunga dan buah dapat diberikan pupuk kemiral red pada
umur 35 HST. Pemupukan dapat juga melalui akar. Campuran 24, urea, TSP, KCL
dengan perbandingan 1:1:1:1 dengan dosis 10 gr/tanaman. Pemupukan dilakukan
dengan cara ditugal atau dicukil tanah diantara dua tanaman dalam satu baris.
Pemupukan cara ini dilaksanakan pada umur 50-65 HST dan pada umur 90-115 HST.
5) Kegiatan pengairan atau penyiraman
dilakukan pada saat musim kering. Penyiraman dengan kocoran diterapakn jika
tanaman sudah kuat. Sistem terbaik dengan melakukan penggenangan dua minggu
sekali sehingga air dapat meresap ke perakaran. Penyemprotan tanaman cabai
sebaiknya dikerjakan dalam satu hari yakni pada pagi hari jika belum selesai
dilanjutkan pada sore hari.
6) Pertumbuhan tanaman cabai perlu
ditopang dengan ajir. Ajir dipasang 4 cm dibatas terluar tajuk tanaman. Ajir
dipasang pada saat tanaman mulai berdaun atau maksimal 1 bulan setelah
penanaman. Ajir bambu biasanya dipasang tegak atau miring.
2.5.5. Pengendalian Hama Penyakit
Menurut Harpenas dan Dermawan (2010),
salah satu faktor penghambat peningkatan produksi cabai adalah adanya serangan
hama dan penyakit yang fatal. Kehilangan hasil produksi cabai karena serangan
penyakit busuk buah (Colletotrichum spp), bercak daun (Cerospora sp)
dan cendawan tepung (Oidium sp) berkisar 5-30%. Strategi pengendalian
hama dan penyakit pada tanaman cabai dianjurkan penerapan pengendalian secara
terpadu. Menurut Wardani dan Purwanto (2008), Beberapa hama yang paling sering
menyerang dan mengakibatkan kerugian yang besar pada produksi cabai sebagai
berikut:
1.
Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Hama ulat grayak merusak pada musim kemarau dengan cara
memakan daun mulai dari bagian tepi hingga bagian atas maupun bagian bawah daun
cabai. Serangan ini menyebabkan daun-daun berlubang secara tidak beraturan
sehingga proses fotosintesis terhambat. Ulat grayak terkadang memakan daun
cabai hingga menyisakan tulang daunnya saja. Otomatis produksi buah cabai
menurun.
2.
Kutu Daun (Myzus persicae Sulz)
Hama ini menyerang tanaman cabai dengan cara menghisap
cairan daun, pucuk, tangkai bunga, dan bagian tanaman lainnya. Serangan berat
menyebabkan daun-daun melengkung, keriting, belang-belang kekuningan (klorosis)
dan akhirnya rontok sehingga produksi cabai menurun.
3.
Lalat Buah (Bactrocera dorsalis)
Lalat buah menyerang buah cabai dengan cara meletakkan
telurnya didalam buah cabai. Telur tersebut akan menetas menjadi ulat (larva).
Ulat inilah yang merusak buah cabai.
4.
Trips (Thrips sp)
Hama trips menyerang hebat pada musim kemarau dengan
memperlihatkan gejala serangan strip-strip pada daun dan berwarna keperakan.
Serangan yang berat dapat mengakibatkan matinya daun (kering). Trips ini
kadang-kadang berperan sebagai penular (vektor) penyakit virus.
Menurut Hewindati (2006) selain hama, musuh tanaman cabai
adalah penyakit yang umumnya disebabkan oleh jamur /cendawan ataupun bakteri.
Setidaknya ada enam penyakit yang kerap menyerang tanaman cabai yaitu:
1.
Bercak Daun (Cercospora capsici heald et walf)
Cendawan ini merusak daun dan menyebabkan timbul bercak
bulat kecil kebasahan. Dikendalikan dengan pembersihan daun yang terkena,
disemprot fungisida tembaga misal vitagram blue 5-10 gram/liter.
2.
Busuk Phytoptora (Phytoptora capsici Leonian)
Cendawan ini hidup di batang tanaman, menyebabkan busuk
batang dengan warna cokelat hitam. Dikendalikan dengan manual atau fungisida
sanitasi lingkungan.
3.
Antraknosa/Patek
Cendawan ini hidup didalam biji cabai. Menyebabkan bercak
hitam yang meluas dan menyebabkan kebusukan. Dikendalikan dengan menanam benih
bebas patogen, cabai yang terkena dibuang/dimusnahkan, pemberian fungisida
Derasol 60 WP dicampur dengan Dithane M-45 dengan komposisi 1:5 dan dosis 2,5
gram/liter.
4.
Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum (E.F) Sm)
Bakteri ini hidup didalam jaringan batang, menyebabkan
pemucatan tulang daun sebelah atas, tangkai menunduk. Dikendalikan dengan
mengkondisikan bedengan selalu kering atau pencelupan bibit ke larutan
bakterisida misal Agrymicin 1,2 gram/liter.
5.
Layu Fusarium (Fusarium oxysporium F. sp. Capsici schlecht)
Cendawan ini hidup di tanah masam, menyebabkan pemucatan
atau layu tulang daun sebelah atas, tangkai menunduk. Dikendalikan dengan
pengupasan, pencelupan biji pada fungisida dan pergiliran tanaman.
2.5.6. Panen
Cabai besar dapat di panen pertama
kali pada umur 70-75 hari setelah tanam untuk dataran rendah.dan pada umur 4-5
bulan untuk dataran tinggi, dengan interval panen 3-7 hari. Buah rusak yang
disebabkan oleh lalat atau antraknose segera dimusnahkan. Buah yang akan dijual
segar dipanen matang. Buah yang dikirim untuk jarak jauh dipanen waktu buah matang
hijau. Buah yang akan dikeringkan dipanen setelah matang penuh. Sortasi
dilakukan untuk memisahkan buah cabai besar yang sehat, bentuk normal dan baik.
Kemasan diberi lubang angin yang cukup atau menggunakan karung jala. Tempat
penyimpanan harus kering, sejuk dan cukup sirkulasi udara. (Wardani dan Purwanta,
2008). Sedangkan menurut Susila (2006), pemanenan cabai besar pertama dapat dilakukan
mulai 9 minggu setelah penanaman, dan panen yang berikutnya dapat dilakukan
setiap 5-7 hari sekali. Dan buah yang telah dipanen segera disortir berdasarkan
grade yang sesuai dengan pesanan pasar.
BAB III. METODE PALAKSANAAN (PKL)
3.1.
Waktu Dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilakukan pada 24 Januari - 24 Februari 2017. Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini bertempat di PT. BISI Internasional Tbk. Farm
Pujon Desa Ngroto, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang.
3.2.
Metode Pelaksanaan
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini yang akan dilaksanakan di
Tempat PKL diatas dengan metode sebagai berikut:
1. Pengenalan
tempat/instansi secara umum di PT. Bisi Internasonal Tbk. Farm Pujon Kab. Malang. Tujuan dari
pengenalan tempat tersebut supaya penulis dapat mengenal secara umum keadaan
tempat yang dijadikan tempat Praktek Kerja Lapangan (PKL), pengenalan dilakukan pada
awal/minggu pertama penulis datang ke tempat tujuan.
2. Praktek
langsung budidaya
cabai besar dilapang
3. Wawancara
3.3. Jadwal Kegiatan
NO
|
MINGGU KE-
|
KEGIATAN
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
|||||
1.
|
|
Pengenalan lokasi PKL
|
||||||
2.
|
|
Penyemaian
|
||||||
3.
|
|
penanaman
|
||||||
4.
|
|
pemeliharaan
|
||||||
5.
|
panen
|
|||||||
6.
|
|
Pasca
panen
|
||||||
|
||||||||
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS) Republik
Indonesia. 2011. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai, 2009-2010. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Indonesia.
2012. Statistik Indonesia. Jakarta.
Duriat, A.L., N. Gunaeni dan A. W.
Wulandari. 2007. Penyakit penting tanaman
cabai dan pengendaliannya. Balai penelitian tanaman sayuran. Bandung.
Hanum, Chairani. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 2 Untuk SMK.
Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Harpenas, A. Dan R. Dermawan. 2010. Budidaya Cabai Unggul. Jakarta: Penebar
Swadaya
Hatta, Muhammad. 2012. Pengaruh Pembuangan Pucuk Dan Tunas Ketiak
Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Cabai. Jurnal Floratek 7: 85-90
Hewindati dan Y. Tri. 2006. Hortikultura. Jakarta: Universitas
Terbuka
Intara, Y.I., A. Sapei., Erizal., N.
Sembiring., dan M.H.B. Djoefrie. 2011. Mempelajari
Pengaruh Pengolahan Tanah Dan Cara Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Cabai (Capsicum annuum L). Jurnal EMBRYO 1 (8): 32-39
Laksono, D.K., C. Nasahi. Dan N.
Susniahti. 2010. Inventarisasi Penyakit
Pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropa Curcas L) Pada Tiga Daerah Di Jawa Barat.
Jurnal Agrikultura 21(1): 31-38
Meilin, A. 2014. Hama Dan Penyakit Pada Tanaman Cabai Serta
Pengendaliannya. Balai pengkajian teknologi pertanian Jambi. Jambi.
Piay, S. S., A. Tyasdjaja, Y.
Ermawati dan F. Rudi Prasetyo Hantoro. 2010. Budidaya dan Pascapanen Cabai Merah (Capsicum annuum L).
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian. Jawa Tengah.
Prajnanta, F. 2007. Kiat Sukses Bertanam Cabai di Musim Hujan.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Ralahalu, M.A., M.L. Hehanussa., Dan
L. L. Oszaer. 2013. Respon Tanaman cabai
Besar (Capsicum annuumn L) Terhadap
Pemberian Pupuk Organik Hormon Tanaman Tunggal. Jurnal Agrologia 2 (2):
86-169
Semangun, H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di
Indonesia. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sibarani. M.F. 2008. Uji Efektifitas Beberapa Pestisida Nabati
Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa Pada Tanaman Cabai Dilapangan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara. Medan
Susila, A.D. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sutarini, N., I. K. Sumiartha., N.
W. Suniti., I. P. Sudiarta.,G. N. Wirya dan M. S. Utama. 2015. Pengendalian Penyakit Layu Fusarium Pada
Tanaman Cabai Besar (Capsicum annum) Dengan Kompos Dan Pupuk Kandang Yang
Dikombinasikan Dengan Trichoderma sp. Di rumah Kaca. Jurnal
Agroekoteknologi Tropika 2(4): 71-81
Taufik, M., 2013. Analisis
Pengaruh Suhu Dan Kelembapan Terhadap Perkembangan Penyakit Tobacco Mosaic Virus Pada Tanaman
Cabai. Jurnal Agroteknologi
2 (3): 94-100
Tuhumury, G.N.C., dan H.R.D.
Amanupunyo. 2013. Kerusakan Tanaman Cabai Akibat Penyakit Virus Didesa
Waimital Kecamatan Kairatu. Jurnal Agrologi 1(2): 1-85
Wardani, N. Dan Purwanta, J.H. 2008.
Teknologi Budidaya Cabai Merah. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung. Bandar lampung.
Yulianty dan Tudjang, T.H. 2007. Pengaturan Lama Perendaman Benih Cabai
(Capsicum Annuum L) Dalam Fungisida Berbahan Aktif Benomyl Untuk Menekan
Perkembangan Penyakit Antraknosa. Jurnal Sains MIPA (13): 49-54.
Komentar
Posting Komentar